Hampir setiap orang tidak menyangkal bahwa zaman kita hidup sekarang adalah zaman ilmu pengetahuan dan teknologi.. Zaman yang menempatkan ilmu pada posisi yang sangat tinggi sehingga status dan kualitas seseorang sangat di temtukan oleh kedalaman ilmu seseorang. Zaman pengetahuan dan teknologi telah merubah zaman primordialistik yang menempatkan keluarga dan keturunan sebagai ukuran status sosial seseorang. Dahulu orang dihargai dihormati karena keluarganya, namun sekarang ilmu dan keahlian seseoranglah yang menjadi parameter tingginya stastus seseorang.
Agama memang menempatkan ilmu pada posisi yang sangat utama. Walaupun entitas dasar agama adalah keyakinan yang non-rasional, namun agama juga sangat mengajarkan pemeluknya untuk senantiasa menuntut ilmu dan menggunakan akalnya secara maksimal. afala ta'qilun , afala tatafakkarun adalah bukti tekstual akan anjuran-anjuran yang sangat intens dari agama untuk menggunakan akal manusia .
Akal memang menjadi salah satu sumber dasar berkembangnya ilmu dan pengetahuan, semakin maksimal orang menggunakan ilmunya , maka semakin maksimal pula pengetahuan seseorang. Namun ingat akal bukanlah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan, hati juga salah satu unsur utama dari pengetahuan. Itulah mengapa kata al af idah ( fikiran ) biasanya difahami oleh para mufassir dengan akal dan hati. Dalam perkembangannya kecerdasan manusia ada yang disebut dengan kecerdasan intelegensia (IQ) yang berbasis pada akal dan kecerdasan Emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yang keduanya berbasis pada hati.
Dalam tradisi al Qur'an kecerdasan yang berbasis pada akal (al 'aql) ini disebut ilmu (al ilm). Dalam hal ilmu berlaku hukum universal, artinya siapa saja yang ingin mendapatkan ilmu, baik orang muslim atau kafir , orang yang berma'siat ataupun t'aat, maka pasti akan diberi ilmu oleh Allah. Maka tidak aneh bila ditemukan orang yang berilmu namun bisa jadi ia menggunakan ilmunya untuk tindakan yang tidak beradab dan bertentangan dengan agama , misalnya menipu , mencuri bahkan korupsi dan lain-lain. Namun AlQur'an juga menyebutkan bahwa manusia juga diberi ilmu sedikit ( wama utitum minal 'ilmi 'illa qaliila).
Sedangkan ilmu yang berbasis pada hati (dzauq) disebut dalam al Qur'an dengan hikmah. Hikmah dalam al Qur'an adalah salah satu ilmu yang tertinggi yang dimiliki oleh para rosul dan Nabi serta para ulama dan para pewaris Nabi. Itulah mengapa salah satu do'a Nabi Ibrahim kepada Allah adalah agar diberi ketrunan seorang Nabi yang mengajarkan hikmah (yu'allimuhumul hikmah ). Sehingga hikmah memang ilmu yang tidak diberikan kepada semua orang, namun kepada orang-orang yang terpilih dan dikehendaki oleh Allah (Tu'thil hikmata man tasya'). Para ulama termasuk orang –orang yang diberi hikmah oleh Allah, mereka adalah orang –orang yang memiliki ilmu dan dengan ilmunya mereka selalu takut dan taat kepada Allah ( innama yakhsya Allah min;ibadihil Ulama').
Di zaman teknologi seperti saat ini hampir setiap orang terobsesi dan berlomba-lomba untuk mencari ilmu. Ilmu memang salah satu pra syarat utama manusia mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan di dunia, namun ilmu yang berbasis akal bukanlah satu-satunya sumber pengeathuan manusia yang mampu menyelesaikan masalah kehidupan. Pada kasus tertentu ternyata persoalan kemnusiaan justru banyak yang timbul dari ilmu pengetahuan manusia. Hikmah sebagai salah satu ilmu yang bersumber pada hati dan spiritualitas ketuhanan adalah pra syarat yang lain yang menjadi solusi dari persoalan kemanusiaan. Semoga kita mampu menjadi orang yang berilmu , namun pada saat yang sama menjadi orang yang memiliki hikmah.
Oleh : Muh. Rifa'I
0 komentar:
Posting Komentar